Halaman

Translate

Cari

Baduy, Pertahanan Terakhir Bahasa Sunda Asli

(lain tulisan kuring, copas wungkul. sumber aya di tungtung tulisan).
SPORTOURISM—Saat ini wajar kita jumpai manakala orang-orang Sunda menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian. Umumnya mereka tak menggunakan bahasa Sunda karena takut salah.
Alasan itu tidak sepenuhnya bisa ditolak. Pasalnya, bahasa Sunda (yang umumnya kini digunakan) mengenal undak usuk (tingkatan, hierarki), yang memang rentan mengundang persoalan bila dipersoalkan.

Misalnya, ada perbedaan kata dan cara yang digunakan bila berbicara kepada orang-orang yang lebih tua, atau yang kita hormati, dengan bahasa kita kepada teman sebaya. Bahasa Sunda saat ini mengenal tingkatan bahasa halus sekali, halus, sedang, kasar, dan kasar sekali, yang memang memusingkan bahkan bagi urang Sunda.
Tingkatan atau hierarki dalam bahasa Sunda sebenarnya baru muncul sekitar abad ke-17-18 M. Sementara bahasa Sunda periode-periode sebelumnya, sama sekali tidak memiliki tingkatan bahasa. Baik itu untuk raja, lingkungan keraton, sampai ke rakyat biasa, mereka menggunakan bahasa yang sama. Percakapan antara atasan-bawahan dan juga sebaliknya tetap menggunakan bahasa yang sama tanpa ada istilah apakah itu sopan atau tidak sopan.
Bahasa Sunda mengalami stratifikasi itu setelah Sunda dijajah Jawa, Mataram dalam hal ini. Sekalipun di zaman kerajaan-kerajaan barat Jawa mengenal penggolongan kasta, namun dalam urusan berbahasa mereka lebih demokratis, ada kesejajaran harkat derajat dalam urusan berbahasa.
Lalu apa yang melatar belakangi pergeseran bahasa atau lebih tepatnya terjadi revolusi dalam bahasa Sunda? Jawaban paling tepat dikarenakan adanya pengaruh dari budaya luar yang datang ke bumi Parahyangan. Itu terjadi ketika Pajajaran runtuh di abad ke 16 oleh serangan Kesultanan Banten.Sejak saat itu kekuasaan beralih kepada Banten dan Cirebon.
Seperti yang kita tahu, Banten dan Cirebon saat itu memiliki kedekatan dengan Mataram, bahkan pada perkembangan berikutnya (abad 17-18) justru Mataram yang lebih dominan memiliki peranan di Barat Jawa. Karena pengaruh Mataram dalam bidang politik di tanah Sunda itulah, kemudian bahasa Sunda pun menjadi terpengaruh oleh bahasa Jawa (bahasa resmi dari Mataram).
Kecuali suku Baduy, mereka adalah suku “asli” Sunda yang mengasingkan diri setelah era Pajajaran tamat, mereka hingga kini setia menggunakan bahasa asli leluhur Sunda.
Di hampir sebagian besar daerah di barat Jawa saat itu, bahasa Jawa menjadi bahasa wajib/pengantar antara keraton Mataram (sebagai pusat) dengan pemimpin-pemimpin wilayah kekuasaan mereka di Barat Jawa. Karena itu, bahasa Jawa dianggap sebagai bahasa kaum bangsawan yang memiliki gengsi tersendiri.
Tidak hanya digunakan oleh pemimpin daerah dan pusat, tapi juga harus dipelajari oleh lapisan bawah. Perlu diketahui mengenai politik saat itu, derajat penguasa dan rakyat biasa, tidak sama seperti yang terjadi sekarang (pemimpin dan rakyat), tapi lebih cenderung seperti layaknya penjajah dan yang dijajah. Penguasa masa lalu sangat memiliki kekuasaan yang absolut.
Sehingga segala kebiasaan yang dilakukan penguasa (kebudayaan dari tempat penguasa berasal) harus diterapkan juga di masyarakat terbawah sebagai “masyarakat terjajah”. Bahkan terkadang justru “masyarakat terjajah” yang dengan rela hati mengikuti budaya penjajah.
Penguasa di wilayah jajahan, hampir dipastikan selalu memiliki karakter untuk mendominasi, serta harus menunjukkan bahwa ia memiliki derajat yang lebih tinggi dihadapan rakyat jelata. Bahasa yang memiliki peranan penting dalam menyampaikan sebuah pesan atau maksud dijadikan alat untuk mengukuhkan eksistensi mereka di wilayah kekuasaan.
Karakteristik bahasa Jawa yang sudah terlebih dahulu menggunakan tingkatan bahasa, membuat masyarakat Sunda ikut terbiasa dengan hal tersebut. Dari situ muncul “bahasa baru” yaitu bahasa Sunda yang tersekat-sekat. Bahasa Sunda lama pun kian hari kian pudar, yang ada sekarang tinggal bahasa warisan dari Mataram, yang kemudian “dilestarikan” oleh Pemerintah kolonial Belanda. Sementara bahasa Sunda lama, yang tersisa hanya beberapa kosa kata saja, itu pun kebanyakan berada di tingkatan bahasa kasar. [ ]

Sumber: artikel di laman westjavakingdom
https://sportourism.id/heritage/baduy-pertahanan-terakhir-bahasa-sunda-asli-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar